Ketangguhan Desa Pesisir menghadapi ancaman Tsunami, Belajar dari Desa Rowo, Mirit, Kebumen

 

Pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana) Desa Rowo, Kec. Mirit, Kebumen

Desa Rowo, Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen merupakan desa yang terletak di ujung tenggara Kabupaten Kebumen, berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, dan berhadapan dengan laut selatan, sehingga termasuk Desa Pesisir pantai Selatan. 

Pesisir adalah bertemunya daratan dan lautan, dan jarak perkampungan warga desa dengan tepi laut kurang lebih berjarak 3 kilometer. 

Sehingga sekilas sudah bisa diprediksi bahwa Desa Rowo memiliki ancaman Tsunami jika ada gempa besar dan lama di laut selatan sebagai pemicunya, karena letaknya yang terbuka menghadap ke pantai Selatan tanpa terhalang perbukitan. 

Kondisi ini sudah di sadari betul oleh warga Desa Rowo, mereka paham dengan potensi ancaman di desanya berdasarkan pengetahuan akan tsunami yang di peroleh melalui berita - berita di Media massa, khususnya yang tergolong besar seperti tsunami aceh (2004) di susul tsunami pangandaran (2006) dan yang masih segar dalam ingatan tsunami Palu (2018) dan dan Banten (2018), dengan karakter kecepatan hadir kurang lebih 15 menit setelah gempa yang berpotensi memicu tsunami.

Secara geografis, tingkat ancaman di desa Rowo termasuk Tinggi. Sisi selatan desa langsung berhadapan dengan Laut Selatan, sementara sisi utara yang dimungkinkan untuk evakuasi diri jika ada tsunami, justru terdapat sungai wawar yang cukup lebar membentang di sepanjang Desa Rowo bagian Utara menuju ke laut Selatan, sehingga bisa dikatakan terkepung air jika terjadi tsunami.  

Peta Risiko Bencana Desa Rowo dan Jalur Evakuasi

Praktis jika terjadi evakuasi, Desa Rowo hanya mengandalkan sistem evakuasi vertikal agar efektif dan efisien dalam waktu. Misalnya dengan bangunan bertingkat, itupun dengan catatan konstruksi bangunan kuat tahan gempa dan hantaman tsunami di darat.  

Dan masyarakat Desa rowo ternyata sudah memiliki ketangguhan lokal meski selama ini belum tertata dengan baik. di sisi timur masih di dalam desa berbatasan dengan Sungai wawar, terdapat tanggul sungai yang cukup tinggi kurang lebih 10 meter dari permukaan laut, hasil dari pengerukan sungai berpuluh tahun yang lalu, dengan panjang dan lebar 5 x 15 meter.

Selama ini, lahan tersebut di desain sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hasil dari melaut dan sungai. 

Rencana Tempat Evakuasi Akhir ini cukup untuk menampung seluruh warga desa Rowo. Dengan jarak tempuh jalan kaki dari rumah terjauh tidak sampai 15 menit. 

Ditambah saat ini terdapat bangunan sebagai Tempat Pelelangan Ikan hasil dari melaut maupun sungai, namun karena dianggap terlalu tinggi sehingga kondisi bangunan terbengkalai dan Pelelangan ikan pindah ke bawah. Namun sarana dan prasarana pendukung pemenuhan kebutuhan dasar seperti Sumur dan MCK sudah tersedia.

Warga Desa Rowo melakukan Kajian Risiko Bencana Partisipatif

"Setidaknya itulah hasil belajar bersama dalam melakukan identifikasi desa rowo selama tiga hari kegiatan pembentukan Desa tangguh Bencana, 16 - 18 Juni 2021," ungkap Prijo Wasono salah satu fasilitator kepada bolodesa.id. 

"Selama tiga hari, kami mengajak warga desa untuk melakukan pengenalan desa sebagai bahan untuk Kajian Risiko Bencana, membuat Rencana Penanggulangan Bencana, dan menyusun Rencana Kontinjensinya. Selanjutnya warga sepakat membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana yang akan mengawal kegiatan - kegiatan pencegahan, mitigasi dan kesiap-siagaan".

"Kami bertiga, saya sendiri dari FPRB Jateng, Faruq dari MDMC dan Henky dari FPRB Pati mendapat tugas dari Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Jawa Tengah untuk menata ketangguhan masyarakat agar lebih terencana dengan baik, melalui Program DESTANA atau Desa Tangguh Bencana dengan ancaman tsunami di desa - desa pesisir. 

Sementara Retno Widiastutik dari BPBD Propinsi Jawa Tengah, kepada bolodesa.id menambahkan, pilihan desa Rowo karena memang posisinya yang sangat rawan, di depan laut, di belakang  ada sungai. Sehingga kalau evakuasi ke arah barat, akan kehabisan waktu dengan karakter ancaman tsunami yang bisa hadir dalam waktu 10 - 15 menit sudah mencapai daratan. 

Sistem Peringatan Dini 

Persoalan utama adalah gempa sering terjadi malam hari. Jika gempa berpotensi tsunami, tentu dibutuhkan satu sistim peringatan dini yang dapat membangunkan orang yang sedang tidur dengan risiko terburuk listrik juga padam, maka alat bunyi -bunyian seperti kentongan masih menjadi tradisi warga Desa Rowo dalam melakukan komunikasi efektif sesama warga. Semoga. (P-27)


Post a Comment

Previous Post Next Post