Desa Selotinatah : Tanggap, Tangkas Tangguh Bencana

Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa Selotinatah 

Kabut tipis menyelimuti lereng Gunung Lawu di sisi timur. Malam yang dingin setelah hujan lebat menjadikan suasana kampung sangat sepi. Hanya terdengar suara jengkerik dan sesekali suara burung malam.  Kesunyian malam itu mendadak pecah oleh teriakan warga dan suara kentongan : "Maliiiing, maliiiiiing". 

Bergegas warga terbangun dan keluar rumah. Nampak sekelebat bayangan hitam di tengah kabut tipis berlari ke arah perbukitan bebatuan kecil yang banyak terdapat di lereng gunung lawu dan kemudian seolah menghilang di telan malam.

Warga yang terbangun karena kaget ada teriakan maling dan bunyi kentongan, saling bertanya, “apakah akan mengejar maling tersebut ke atas bukit?” Sebagian besar agak malas-malasan membantu setelah tahu yang kemalingan adalah orang kaya di kampung tersebut dan terkenal kikir. Kalaupun ikut mengejar mesti berpikir dua kali untuk keselamatan diri sendiri. naik ke perbukitan yang banyak bebatuan, dan tentu sangat licin apalagi sehabis hujan deras. Bagaimana juga kalau terjadi longsor. Ditambah kepercayaan orang desa kalau bukit -bukit tersebut terkenal angker. 

Di tengah kebingungan warga, nampak sekelebat bayangan putih mengejar hingga atas bukit, orang desa yakin kalau itu adalah sesepuh kampung. 

Dengan sigap dan langkah ringan, bayangan putih yang tak lain adalah sesepuh kampung mengejar hingga ke atas bukit dan mendapati maling tersebut tengah bersembunyi di balik batu. Ketika diajak turun, maling bersikukuh kalau dirinya tidak bersalah, Ia hanya melakukan keseimbangan alam, mencuri harta orang kaya yang kikir, dan di bagi pada penduduk yang miskin. Merasa melakukan keseimbangan alam, dirinya yakin akan dilindungi oleh alam. 

Prasasti Selotinatah, tempat maling baik hati (genthiri : jawa) menyatu dengan batu dan di tatah dari belakang

Sesepuh kampung tidak begitu saja percaya omongan maling tersebut, namun keanehan terjadi ketika maling tersebut hendak dibawa turun, tubuh maling lengket dengan batu dan tak bisa lepas. Maling mengatakan kepada sesepuh kampung, kalau ingin menangkap dirinya, sesepuh kampung juga harus mematuhi hukum alam, yakni menangkap maling haruslah dari belakang. 

Tak pikir panjang, sesepuh kampung menatah batu tersebut dari belakang, hingga tembus ke tubuh maling. Namun ketika akan menangkap, maling tersebut berkilah lagi."Hari sudah menjelang pagi. Matahari sudah terlihat di ufuk timur. "Apakah tidak malu kepada matahari dan merendahkan ilmu sesepuh kampung jika tersiar kabar menangkap maling di siang hari?" 

Akhirnya sesepuh kampung tidak jadi menangkap maling dan membebaskannya, dengan syarat harta hasil curian dikembalikan kepada warganya. Malingpun meminta sesepuh desa untuk menegur warganya yang kaya tadi untuk tidak kikir terhadap tetangga. Lebih bisa menjaga keseimbangan alam terutama dengan tetangga agar tidak kikir. Sehingga dirinya tidak akan mencuri lagi di wilayah tersebut.

Peristiwa tersebut, kemudian menjadi peringatan bagi warga kampung untuk saling asah, asih dan asuh serta tidak kikir atau pelit dengan tetangga dan menjadi nilai – nilai luhur yang dijaga hingga anak turunnya sekarang. Warga saling guyub, rukun dan menjaga keseimbangan alam baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungannya. 

Batu (Selo : jawa) yang di lubangi (di tatah dari belakang),menjadi prasasti Desa yang ada hingga sekarang. Cerita asal usul nama Desa Selotinatah ini menjadi legenda turun temurun dan dipakai menjadi nama Desa : Selotinatah, berasal dari kata  Batu (Selo) yang di tatah (tinatah). Desa Selotinatah sekarang, masuk dalam wilayah Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan.

Pembentukan Destana :

Kesibukan di Balaidesa Selotinatah pagi itu tidak seperti biasanya. Perangkat Desa Bersama warga Nampak guyub dan sudah sibuk sejak pagi. Tamu undangan dari Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Magetan, Kecamatan Ngariboyo maupun warga desa mulai berdatangan.

Hari itu, Desa Selotinatah yang kerap terjadi longsor terpilh sebagai salah satu desa di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur untuk dibentuk menjadi Desa Tangguh Bencana.

Pemilihan Desa Selotinatah dengan pertimbangan letak Desa Selotinatah yang berada di lereng Gunung Lawu sisi timur, dengan bukit - bukit kecil, memang banyak mengandung batuan padas. Hal ini menjadikan longsor hampir setiap tahun terjadi di desa selotinatah meskipun tidak selalu dalam skala besar namun lebih sering dengan skala kecil pada saat musim penghujan. 

Wilayah Desa Selotinatah yang masih banyak pepohonan, juga pernah mengalami bencana Kebakaran hutan rakyat maupun ladang. Hal ini disebabkan karena minimnya kesadaran masyarakat dengan masih membakar sampah sehingga sangat berbahaya jika ada angin kencang yang membawa api.

Sementara ancaman angin kencang secara umum juga menjadi ancaman bagi desa - desa di sisi timur lereng Lawu, termasuk Desa Selotinatah. 

Pembentukan Desa Tangguh Bencana di buka langsung oleh Kalaksa BPBD Jawa Timur, Drs. Budi Santosa, didampingi Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan : Andhika N Sudigda ST, M.Si dan Kabid RR : Satriyo Nurseno, S.STP MIP. Turut Hadir pula Kalaksa BPBD Kab.Magetan Ari Budi Santosa, Kadis PMD Magetan, Eko Muryanto, Sekcam Ngariboyo, Muzayyin, Danramil dam Kapolsek setempat serta tuan rumah Kades Selotinatah : Mulyono

Kalaksa BPBD Jatim : Drs.Budi Santosa dalam sambutan Pembentukan Destana Selotinatah

Dalam sambutannya, Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Tmur mengungkapkan pembentukan Desa Tangguh bencana ini merupakan konsep pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan mengurangi kerentanan, dengan tujuan mengurangi risiko bencana. 

Kapasitas yang dibangun meliputi ketahanan sosial, ketahanan ekonomi dan kesadaran kolektif untuk gotong royong. Sehingga masyarakat diharapkan mandiri dengan memiliki pegetahuan yang cukup dalam penanggulangan bencana di wilayahnya, hingga mampu terbentuk komunitas atau Desa Tangguh Bencana, yakni Desa yang mampu melakukan adaptasi, penanggulangan, dan bangkit dengan cepat jika terjadi bencana. Hal ini mengingat di Jawa Timur terdapat 2.742 Desa yang rawan Bencana dari 8.501 desa/kelurahan yang ada di Jawa Timur, sehingga sangat dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat.

Penyusunan Kajian Risiko Bencana Desa Partisipatif

Proses Pembentukan Destana selama tujuh hari dipandu oleh Prijo Wasono, selaku Fasilitator mulai tanggal 3 hingga 9 Februari 2022. Dimulai dengan menelusuri sejarah bencana sekaligus menggali kearifan lokal yang menjadi nilai – nilai luhur desa sebagai komitmen bersama berawal dari prasasti Selo-tinatah. 

Warga secara partisipatif, yang merupakan perwakilan teritori (dusun/RW/RT) dan sektor (perempuan, pedagang, petani, profesi dan kelompok difable) melakukan pengenalan kembali terhadap “rumah mereka” yakni Desa Selotinatah melalui panduan pre – test Penilaian Ketangguhan Desa dan dilanjutkan dengan melakukan Kajian Risiko Bencana Desa. Tidak banyak kendala yang dialami mengingat warga desa selotinatah masih memegang tradisi kuat untuk selalu menjaga keseimbangan alam, nilai - nilai ketangguhan yang menjadi warisan pengetahuan turun temurun. 

Pembuatan Peta Risiko Bencana Desa Selotinatah

Setelah melakukan pegenalan desa, data yang ada kemudian dituangkan dalam gambar Peta untuk lebih memudahkan pemahaman semua orang dalam membaca kondisi desa Selotinatah.  Berdasar kajian tersebut muncul permasalahan – permasalahan yang kemudian disusun menjadi Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Aksi Komunitas (RAK), Rencana Evakuasi, Sistem Peringatan Dini, dan Rencana Kontinjensi (Renkon), tentunya dengan mengedepankan kearifan lokal yang menjadi sumberdaya Desa sebagai penopang terlaksananya progam.

Penyusunan Dokumen Perencanaan Partisipatif

Selanjutnya dibentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa, sebagai wadah atau organisasi yang beranggotakan komponen aktif dalam masyarakat. Forum ini yang merencanakan, mengawal,  dan melaksanakan perencanaan program penanggulangan bencana yang telah disusun.  Tepilih sebagai Ketua : Eko Widodo, sebagai perwakilan tokoh Pemuda desa Selotinatah, yang selama ini sudah aktif di Karang Taruna. Sementara sebagai Ketua Tim Siaga Bencana, Juremi, juga tokoh Pemuda dan perwakilan dusun. 

Eko Widodo, Ketua FPRB Desa Selotinatah memaparkan Perencanaan Penanggulangan Bencana

Hari terakhir dilakukan Pendalaman PPGD oleh Petugas Puskesmas Kecamatan Ngariboyo, Faris Antoni, Amd.Kep dan Bidan Desa Diana Puspitasari, Amd.Keb dan Simulasi kecil di Balaidesa Selotinatah.

Praktek PPGD untuk korban Patah Tulang Kaki

Penutupan acara dilakukan oleh kepala Desa Selotinatah, Mulyono, dan Staf Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Magetan Miftahul Hanifah Fitrianingrum, S.Si, Serta dilanjutkan dengan Komitmen Bersama untuk mewujudkan Desa Selotinatah yang : tanggap, tangkas dan tangguh Bencana. Semoga (P-27)

 

Post a Comment

Previous Post Next Post